Ibadah puasa di bulan Ramadan merupakan satu diantara 5 rukun islam yang sifatnya wajib bagi setiap muslim dewasa yang sehat. Anjuran berpuasa telah di sampaikan dalam firman Allah SWT di dalam (QS: Al-Baqarah :183)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ”
Untuk individu dengan diabetes, puasa Ramadan sedikit banyak menyebabkan perubahan metabolik dengan beberapa kemungkinan yang sebaiknya diantisipasi agar tidak memberikan dampak kurang baik bagi penyandang diabetes.komunikasi dengan dokter yang merawat menjadi hal yang sangat penting dalam hal ini untuk bisa memberikan persiapan dan juga perencanaan yang baik. Karena dengan perencanaan dan persiapan yang baik maka sebagian besar penyandang diabetes yang menjalani ibadah puasa bisa melaksanakannya dengan aman dan nyaman sekaligus bisa menghindari dari kondisi medis yang memberikan dampak negatif bagi penyandang diabetes.
Berbagai risiko yang dapat terjadi pada penyandang diabetes yang berpuasa Ramadan, yaitu: hipoglikemi, hiperglikemi bahkan bisa sampai terjadinya krisis hiperglikemi dan dehidrasi/thrombosis.
Fisiologi Berpuasa Ramadan pada Individu Sehat
Puasa Ramadan mempengaruhi beberapa aspek mendasar dari fisiologi tubuh termasuk pola tidur dan ritme sirkadian, keseimbangan cairan dan energi, dan homeostasis glukosa. Kondisi ini menunjukkan perubahan besar dari cara makan normal serta pola tidur dan bangun. Hal ini akan memberikan pengaruh penting terhadap fisiologi, perubahan ritme dan besarnya fluktuasi pada proses homeostasis dan juga sistem endokrin. Pola tidur akan berubah selama puasa Ramadan. Sehingga terjadi penurunan total waktu tidur, penundaan tidur, penurunan waktu periode tidur dan penurunanan durasi tidur. Selama Ramadan total waktu tidur dapat berkurang sekitar 1 jam. Kurang tidur dikaitkan dengan penurunan toleransi glukosa dan hubungan antara durasi tidur dengan resistensi insulin. Durasi tidur yang pendek juga secara berhubungan dengan penambahan berat badan, terutama individu yang lebih muda.
Patofisiologi Berpuasa pada DIABETES
Saat berpuasa, kondisi resistensi
insulin dan defisiensi insulin dapat menyebabkan pemecahan glikogen berlebihan dan terjadi peningkatan glukoneogenesis pada DM Tipe 1 dan DM Tipe2. Akibatnya terjadi peningkatan risiko berpuasa ramadan pada penyandang DM diabetes yaitu hipoglikemia, hiperglikemia, ketoasidosis diabetik, dehidrasi dan trombosis.
Risiko Terkait Berpuasa pada Penyandang Diabetes
1. Hipoglikemia (gula darah turun)
Asupan makanan yang kurang diketahui merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipoglikemia
2. Hiperglikemia (gula darah diatas normal)
Hiperglikemia dapat disebabkan oleh pengurangan dosis obat secara berlebihan untuk menghindari hipoglikemia serta konsumsi berlebihan makanan dan gula.
3. Ketoasidosis diabetika (koma diabetika)
Penyandang DM, terutama DM tipe 1 yang menjalankan puasa Ramadan dengan kendali glikemi yang buruk sebelum puasa, memiliki risiko ketoasidosis yang meningkat. Risiko ketoasidosis meningkat akibat pengurangan dosis insulin yang berlebihan terkait asupan makanan yang berkurang selama puasa
4. Dehidrasi dan trombosis
Pembatasan asupan cairan (minum) bila berlangsung lama, dapat menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi dapat menjadi lebih berat di wilayah dengan iklim/suhu udara panas dan kelembaban tinggi dan pada individu yang melakukan kerja fisik yang berat.
Pasien diabetes yang tidak dianjurkan puasa adalah sebagai berikut :
Ø Pasien yang kadar gulanya belum stabil (bisa memberikan efek gula darah turun/naik)
Ø Pasien yang kurang patuh dalam diet, minum obat dan penggunaan insulin
Ø Pasien dengan komplikasi DM yang berat (Penyakit jantung, kelainan ginjal, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol)
Ø Pasien dengan riwayat sebelumnya dengan koma diabetika
Ø Pasien dengan gula darah turun ,lebih dari 2x saat Ramadhan sebelumnya
Ø Pasien dengan infeksi berat
Ø Pasien lansia yang tinggal sendiri
Ø Pasien DM dengan kehamilan (yang menggunakan insulin)
Perencanaan Nutrisi Ramadan
Pada saat berpuasa, kalori yang
dikonsumsi sebaiknya dibagi antara sahur dan berbuka dan 1-2 makanan kecil yang sehat bila diperlukan. Komponen makanan harus seimbang, di mana kandungan karbohidrat sebanyak 40-50%, protein sebanyak 20-30%, dan lemak 30-35%. Lemak tersaturasi sebaiknya di bawah 10%. Waktu sahur sebaiknya dilakukan diakhir waktu.
Berikut adalah beberapa jenis makanan yang direkomendasikan untuk dikonsumsi selama bulan Ramadan :
Aktivitas Fisik dan Berpuasa
Meskipun pada penyandang diabetes dianjurkan untuk meningkatkan aktivitas fisik namun pada bulan Ramadan sebaiknya dilakukan dengan lebih berhati-hati. Penyandang diabetes dapat melanjutkan aktivitas fisik selama ramadan dan dilakukan terutama pada pagi hari, namun sebaiknya tidak melakukan aktivitas fisik dengan intensitas berat satu atau dua jam sebelum berbuka, karena dapat mengakibatkan hipoglikemia ataupun dehidrasi. Meskipun tidak dianjurkan melakukan aktivitas berat selama berpuasa, penyandang diabetes tetap dianjurkan untuk berolahraga dengan intensitas ringan-sedang selama Ramadan.
Pendekatan farmakologis obat- obatan (obat oral anti diabetes) :
1. Metformin
Sekali sehari |
Tidak perlu penyesuaian dosis |
Diminum saat buka puasa |
2x sehari |
Tidak perlu penyesuaian dosis |
Diminum saat sesudah saur dan sesudah buka puasa |
3x sehari |
1/3 dosis diminum saat saur dan 2/3 dosis saat buka |
500mg diminum setelah saur, dan 1000 mg diminum setelah buka puasa |
Slow release metformin |
Tidak perlu penyesuaian dosis |
Diminum saat buka puasa |
2. Alpha-glucosidase inhibitor
Acarbose tidak perlu penyesuaian dosis ( diminum saat suapan pertama makan saur dan berbuka)
3. Tiazolidinedione (TZD)
Selama Ramadan, pioglitazone sebaiknya diberikan saat berbuka puasa dan tidak memerlukan modi!kasi dosis.
4. Insulin Secretagogues
Sulfonilurea menstimulasi sekresis insulin oleh sel beta pankreas sehingga memiliki risiko hipoglikemia yang lebih tinggi dibandingkan obat oral lainnya. Sulfonilurea jenis glimepiride, glipizide, gliclazide aman digunakan selama berpuasa karena risiko hipoglikemi yang lebih kecil.
Glibenclamide memiliki risiko hipoglikemia yang lebih besar, sehingga tidak dianjurkan untuk digunakan selama berpuasa. Glibenclamide sebaiknya diganti dengan sulfonilurea lain yang memiliki risiko hipoglikemia lebih kecil, misalnya gliclazide dan glimepiride.
Apabila glibenclamide tetap digunakan selama berpuasa maka perlu dilakukan penyesuaian dosis dan monitoring kadar glukosa lebih ketat.
5. Terapi berbasis inkretin (incretin).
6. Sodium Glucose Co-Transporter 2 Inhibitors (SGLT2-inhibitors).
Penggunaan SGLT2-inhibitors selama Ramadan juga memiliki risiko hipoglikemia yang rendah, sehingga tidak memerlukan modi!kasi dosis. Penggunaannya selama Ramadan dianjurkan pada saat berbuka puasa dan penyandang dianjurkan untuk minum lebih banyak pada saat jam tidak berpuasa.
7. Insulin
Untuk penggunaan insulin perubahan dosisnya dapat dikomunikasikan dengan dokter sebelum memulai menjalankan ibadah puasa ramadhan.
Pemantauan gula darah mandiri
Pemeriksaan glukosa darah sendiri sangat diutamakan untuk penyandang dengan risiko sangat tinggi dan risiko tinggi yang tetap memilih untuk berpuasa. Perlu ditekankan bahwa pemeriksaan glukosa darah sendiri tidak akan membatalkan puasa. Waktu yang direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah yaitu sebelum sahur, di pagi hari, tepat siang hari, tengah hari, sebelum berbuka puasa, dua jam setelah berbuka puasa dan kapanpun bila terdapat gejala hipoglikemia atau hiperglikemia.
Tips Puasa Ramadhan Bagi Penderita Diabetes
Sumber : buku pedoman Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Tipe 2 pada Individu Dewasa di Bulan Ramadan
Jadwal Dokter dr. Yunita Sri Pertiwi, Sp.PD
Senin, Rabu, Jum’at & Sabtu : 08.00 – 12.00 WIB
Selasa & Kamis : 08.00 – 14.00 WIB